Hadir Dan Melewatkan Moment


Tidak terasa waktu berganti hari demi hari, bulan demi bulan yang sebelumnya tak ku kira akan berlalu begitu saja.  Kita tiba pada suatu moment dimana aku, dia dan mereka turut merasa bahagia atau bersedih dalam menyambut bulan suci ramadhan ini, mungkin. Mereka bahagia karena bulan yang didamba dan diyakini akan mendatangkan rezeki, rezeki yang lebih dari waktu sebelumnya. Mereka ada yang berbahagia karena dibulan ramadhan kali ini mereka lalui dengan suami dan anak yang merupakan keluarga barunya. Lebih dari itu kebahagian terasa ketika mereka bisa berkumpul dengan saudara – saudara di kampoeng halaman yang merupakan akar historis dari perjalanan hidup.

Sementara, ada yang merasa sedih karena sedang menjalani proses hukuman dibalik jeruji besi dengan tekanan psikologis dan kebutuhan serba terbatas. Berbeda dengan mereka yang bersedih tak dapat merasakan kehangatan bersama keluarga karena diakibatkan berada di rantauan jauh dari sanak saudara dan orang tua, disebabkan himpitan ekonomi untuk mencari nafkah ataupun menjalani proses pendidikan formal yang hanya dengan melalui bantuan jaringan komunikasi, dapat mengobati kerinduan akan keluarga. Tapi ada yang lebih dari itu, mereka yang merasa bersedih hati karena pada bulan ramadhan kali ini ataupun bulan ramadhan yang telah lalu, tidak bias lagi bersama anggota keluarga (kakak – adik, orang tua dll) menjalani bulan ramadhan ini, karena telah menghadap ke hadirat – Nya. Sungguh, jelas mereka merasakan rindu. Sungguh mereka hadir dan pergi melewatkan moment.

Bulan suci ramadhan bagi penulis merupakan suatu moment bersua dan sekaligus bersilaturahim untuk menguatkan ikatan persaudaraan antar individu dengan kelompok sosialnya. Sekaligus menjadi moment yang tepat untuk mengasah kepekaan sosial, dimana puasa sebagai pendorong hadirnya rasa kepekaan akan isi perut saudara kita yang kurang mampu dan belajar dalam mengendalikan mesin – mesin hasrat yang tak dapat terpuaskan. Hal tersebut imperative harus dihidupkan ditengah arus kehidupan ummat yang semakin materialistis. Mungkin karena itulah, sehingga mengapa bulan ramadhan juga diyakini dan dianggap bulan penuh rahmat karena menghadirkan nilai – nilai spiritual yang jika dihayati dengah sungguh – sungguh, maka secara inheren didalamnya mengantar kita pada jalan keselamatan social (keadilan, kebebasan dan kesamarataan). Hadir dalam bulan suci ramadhan dan melewatkannya dengan fitrah yang suci sebagai hamba yang merdeka di akhir garis finish pada saat lebaran nanti. Pada bulan ini juga kita akan hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menyemarakkan moment pemilihan calon presiden, dengan pilihan yang rasional dalam menentukan presiden pilihan kita dan melewatkan moment itu tanpa hadirnya gesekan social antara pendukung capres.

Hadir atau bertemu dan lalu berpisah adalah sisi kehidupan yang suka dan tidak suka, mau tidak mau akan kita rasakan semua. Dan hal itu niscaya terjadi sebagai suatu ketentuan Ilahi. Untuk mereka yang dirundung pilu dan rasa rindu kepada sanak keluarga yang di kampong, atau yang telah kembali kepada Tuhan, saya yakin ini hanya ujian hidup yang dapat kita lalui. Hanya butuh kesabaran dari kita untuk melaluinya dan nanti menghadirkan kebahagian pada hidup kita. Penulis teringat dengan potongan fiman Ilahi bahwa Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan” (Qs Alam Nasyrah : 6). Wallahu alham bis shawab,.