Dalam
surah cinta (al-qur’an) Al - Imran ayat
104 Tuhan berfirman “Hendaklah diantara
kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyeruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang – orang yang beruntung” secara
implisit ayat tersebut mengandung anjuran untuk menyampaikan kebaikan dan
mencegah manusia untuk menjauhi, menghindari dan untuk tidak melakukan
perbuatan yang tidak dibenarkan agama. Dalam artian bahwa setiap agama memiliki
kesamaan nilai yang universal seperti anjuran menegakkan keadilan, kebenaran,
menjahui perbuatan amoral dst. Keadilan, misalnya, setiap manusia yang menganut
agama bahkan atheis sekalipun, dalam relung hatinya yang terdalam senantiasa
merindukan dan rasa akan keadilan karena keadilan merupakan blue print atau hal
yang niscaya dari eksistensi setiap manusia. Penderitaan ekonomi, sosial dan
ras yang melanda dunia saat ini, memerlukan penyelesaian secara tepat dan cepat
sekaligus di sampaikan kepada penduduk bumi untuk turut serta menawarkan atau bahkan
memberi bantuan dan kemudian bersama – sama mencegah agar permasalahan tersebut
tidak menyentuh wilayah dan masyarakat di belahan bumi lainnya.
Ketika
media massa tak mampu memberitakan kasus – kasus seperti itu, maka kemana lagi
kita akan mengadu. Disaat yang sama negara melalui state ideologi turut andil
dalam “merekayasa” permasalahan kemanusiaan dan media massa hanya asyik
memberitakan citra politsi dan berita entertain ? maka imperatif di butuhkan suatu
corong media yang atas nama kemanusiaan, menkomunikasikan derita – derita,
cerita dan fakta yang tidak menarik simpati politikus, politisi dan media massa
yang tak fungsional lagi sebagaimana ia diadakan dan dibentuk sebagai
“representasi” serta perpanjangan tangan dari manusia yang tak berwadah. Namun, media apakah yang diyakini tepat untuk
menganjurkan pada hal yang lebih humanistik sekaligus mengkritik pelaku yang
bersembunyi dibalik “sengketa” kehidupan dunia itu ? adalah music atau syair
lagu meskipun sangat relative, merupakan sebuah corong media alternatif yang
penulis yakini, sanggup menularkan kebaikan dan penyuara akan situasi sejarah
umat manusia pada hari ini. Lewat media lagu, sebuah gruop band dan penyanyi
individual dapat dengan bebas bercerita melalui lirik lagunya tanpa intimidasi
dan intervensi untung – rugi !!
Mengajak
pada kebaikan dan mencegah atau mengkritik tindakan irasional dan dehumanistik
yang dianjurkan dalam surat – surat cinta keagamaan, banyak kita dengar dari
karya para pemusik yang resah akan situasi hari ini. Terlebih jika kita
mendengar lagu – lagu dari band bergenre Hardcore, apabila kita telaah dan
motivasi lirik lagunya, maka secara eksplisit cenderung merupakan suatu
lontaran kritik atas realitas sosial yang melingkupi kehidupan manusia. Meski
terkadang group band bergenre demikian di cap menganut “satanisme” dan
sejenisnya, akan tetapi pandangan tersbut terkadang tak berdasar dan acap
bersumber dari mereka yang awam terhadap apa yang mereka nilai. Selain band
bergenre hardcore, dalam konteks penyanyi individual contohnya Iwan Fals di
Indonesia, muatan lirik lagunya cenderung menyuarakan penderitaan orang – orang
terpinggirkan serta turut sebagai salah satu pengkritik kebijakan di era
pemerintahan presiden Soeharto bahkan realitas dunia pada saat itu. Dan masih
banyak lagi dari mereka yang tersentuh hatinya, turut ‘berdakwah” atas nama
kemanusiaan bukan atas imbalan pahala karena jasa dakwahnya.
MUSIC DALAM AGAMA
Tentu
kita akan bertanya, apakah bermusic dalam bentuk band dan menyanyi solo
(individual) adalah sebuah seni yang dapat kita sebut sebagai gerakan dakwah
yang modern ? atau bahkan sebaliknya, bermusic merupakan aktivitas yang relative
bertentangan dengan ajaran agama karena kerap menampilkan penyanyi yang berpakaian
vulgar dan alunan music yang bising disertai dengan teriakan vocal yang keras
tak beretika ? menurut sepengetahuan penulis terkait dengan pertanyaan terakhir,
sebagian ulama agama islam masih berbeda pendapat perihal boleh atau tidaknya
bermusic dalam pandangan Islam. Tentu pendapat yan membolehkan dan tidak,
masing - masing mempunyai pendasarannya dalam teks kitab suci dan ucapan dari
Nabi Ilahi. Dan sampai saat ini, sependek pengetahuan penulis, di Indonesia
belum ada fatwa haram mengenai bermusic dengan aliran music tertentu dari
lembaga keagamaan seperti MUI dan organisasi keagamaan diluar agama Islam.
Mengaitkan
music dan aktivitas ritual agama bukanlah hal yang lazim atau hal yang aneh.
Sejak beberapa tahun silam, terdapat sebagian aliran spiritual dalam berbagai
agama, khususnya agama Islam yang menggunakan music sebagai salah satu
instrumen beribadah mendekatkan diri kepada – Nya. Bahkan dikalangan umat
Nasrani, ketika melangsungkan peribadatan di gereja, iringan music dari satuan
group band dan kelompok penyanyi digunakan sebagai salah satu “rukun” ibadat
(kalau tidak salah) untuk meningkatkan kekhusyukan ibadat. Dalam agama Islam,
salah satu aliran sufistik di Turki yang terkenal dengan tetuahnya yakni
Jalaluddin Rumi, menggunakan alunan irama alat music yang kedengaran merdu
disaat melangsungkan gerakan berputar para darwish yang diyakininya sebagai
simbol pendakian spiritual dan cinta kepada kepada Allah swt. Penggunaan alunan
music ataupun suara vokal merupakan sebuah fakta akan suatu kreasi ataupun
produk budaya agama, yang kerap dinilai sebagai bid’ah dan tidak sesuai dengan
ajaran agama. Meskipun demikian praktik keagamaan denga media music, tidak
serta merta mengurangi subjektivitas keimanan yang bersangkutan.
BERMUSIC SECARA AMAR MA’RUF ANNAHI
MUNKAR
Bermusic
atau membentuk group music bagi penulis harus memiliki orientasi, dalam artian
bahwa sebuah karya music yang akan diciptakan dan di produksi memiliki sasaran
dan pesan (lyric) yang apa yang disampaikan dalam sebuah karya music. Entah
suatu pesan cinta yang melankolis, pesan perdamaian, pemberontakan, perlawanan,
pesan akan kesadaran lingkungan dan kritik sosial dll. Hal ini untuk menyusun
agenda apa yang akan dibangun dalam bermusic itu; apakah sekedar menghibur
penggemar sekaligus mengakumulasi kapital ataukah hanya sekedar mengekspresikan gejolak perasaan dan pikiran
lalu menyuarakannya dalam bentuk music. Singkatnya, bermusic itu adalah
penegasan sikap.
![]() |
Kepalan Tangan sebagai simbol perlawanan |
Bermusic
adalah proses humanistik dan amar ma’ruf annahi munkar apabila ia mendorong,
mengajak, dan merayu seseorang/kelompok untuk bergerak melakukan perubahan ke
arah yang benar, seperti yang tersirat dalam lyric lagu group band Gigi
berjudul Beribadah Yoo. Meskipun memang, lagu dalam album group music tersebut
bertemakan religi, paling tidak lagu itu menyuarakan ajakan beribadah sebagai
suatu hal yang esensial dalam setiap agama. Di deretan group band dunia, ada
nama Band Pink Floyd yang tetap konsisten hingga hari ini mengkritik sistem
pemerintahan yang otoriter dalam setiap karya musicnya, sebagai bentuk annahi
munkar (kritik sosial). Belum lagi dalam konteks music Indonesia, ada group
band Slank dan band yang mengambil jalur indie Navicula band, Besok Bubar Band
dan masih banyak lagi, mereka menuangkan kritik pedas terhadap sistem
pemerintahan dalam karya musicnya yang penulis maknai sebagai bentuk “menyeruh
kepada yang ma’ruf” dan “mencegah dari yang munkar”. Dan belum lagi aksi – aksi
sosial dan kampanye lingkungan hidup lainnya yang kerap dilakukan oleh beberapa
band tersebut.
![]() |
Group Band PINK FLOYD dalam albumnya Dark Side Of The Moon, beberapa lirik lagu banyak mengkritik tentang kehidupan sosial |
Terlepas dari
karya group band music yang bersifat ajakan kepada kebaikan, kritik konstruktif
dan pencegahan perbuatan tercelah diatas, namun mereka tetap masih kurang mampu
menarik perhatian penikmat music Indonesia untuk menyuarakan “dakwah”
dikarenakan Industrialisasi Music indonesia masih didominasi oleh karya music
yang jauh dari kritik dan kampanye kebaikan hidup. Mereka tetap lantang
bersuara dengan varian genre music masing – masing group band yang berbeda.
Mereka bergerak ditengah arus Kapitalisasi, banalitas dan politisasi informasi
media massa.
Bermusic
bukan sekedar jingkrak, lompat dan berdandan ala manusia Hollywood, lebih dari
itu, kau harus “BERSUARA”