Assalamu’alaikum masa bakti !

Assalamu’alaikum masa bakti !

Telah beberapa tahun proses ini kami lalui. Sebuah proses yang masih sangat belia menurut ukuran kami. Sudah banyak kebersamaan dalam canda, tawa dan duka kita lewati. Terlewatkan bukan hanya sekadar begitu saja. Banyak pembelajaran dan tentunya pengalaman. Pengalaman yang akan sedikit – banyak menjadi penentu sebagian kisah dari  perjalanan hidup kita, saudara. Jelas,  banyak juga keluhan, nasehat bahkan ocehan yang mengarah pada diri kita. Entah dari keluarga dan sanak saudara. Mereka terkadang bilang “sudah – sudah mi itu” fokus selesaikan kuliah nak dan lain sebagainya. Lantas buaian kata – kata itu, tidak mengendurkan proses kita, justru semakin berlanjut. Karena kita mengerti bahwa apa yang mereka sampaikan adalah kepedulian terhadap kita, yang abai dengan apa yang ada diisi kepala mereka. Memang benar bahwa proses ini menyita waktu, pengorbanan, silaturahim dan kerap mengakibatkan kita terbaring pada kondisi kurang sehat. Namun larutnya kita dalam proses ini adalah konsekuensi yang masuk akal sebagai pilihan atas kehidupan.

Saudara – saudara, narasi dimasa muda ini yang kita rangkai secara bersama merupakan “pleasant memories” di hari tua nanti (Insya allah). Sebagai suatu narasi, ia adalah sebuah penggorganisasian hidup (Zusammennhang des lebens), kata Filsuf Wiliam Dilthey. Hidup yang tersusun dalam naratif adalah bios yang berbeda dengan sekedar  hidup biologis saja, atau zoe. Hidup yang mengajarkan betapa lapar bukanlah masalah utama, namun makan sendiri – sendiri itu yang jadi masalah. Kehidupan yang mendidik kita untuk menghormati dan menghargai yang berumur tua. Juga, mengajarkan untuk menjadi pendengar yang baik sebelum menjadi pembicara yang handal. Kita merangkai hidup dalam ruang – waktu yang mengedepankan etika, rasio dan kemanusiaan. Karena tanpa itu, mustahil saya dan mereka dapat menjangkau proses hari ini. Adakalanya narasi yang kita coba ukir ini, disuguhi dengan pilihan kosa kata “ya” atau “tidak”; serba dilematis ! mengiyakan ataupun tidak bukanlah perkara mudah terlisankan. Dibutuhkan keteguhan dan tentunya konsistensi dalam proses, sebelum kita lebih dulu telah “diukur”.

Mengorganisir diri dengan mereka bukanlah hal yang mudah, sederhana. Kompleksitas entity yang terhimpun didalamnya adalah tantangan tersendiri bagi mereka yang memberanikan diri. Berani untuk tidak mengatakan Ya, dan Tidak untuk mengatakan Ya. Berani bertindak tidak baik menurut mayoritas optik yang memandang. Berani berdalih bukan karena alibi ataupun apologi. Berarni berarti tidak takut ! Takut jika nantinya akan selesai kuliah beberapa tahun lamanya. Takut kehilangan kekasih ataukah takut akan terbuai rayuan maut lawan jenisnya. Dan takut dengan segala macam yang dapat mematikan akal sehat. Memilih bersama mereka berarti memilih untuk berkorban. Bukan pilihan karena perintah mereka, tapi pilihan karena nurani; relung hati. Berkorban mengabaikan “main stream” perilaku sebaya kita diluar sana yang sibuk memeras keringat hanya untuk sebuah pujian akan foto selfienya di rumah makan mewah.
****

Memutuskan untuk berdiri dihadapan kalian untuk menjadi bagian dari proses kita, berarti siap untuk semakin bersabar diri, atas segala perbedaan tindak tanduk dan sikap yang sulit dicari sebabnya. Sebab dari gerak – gerik saudara – saudara yang terkadang sulit diterka arahnya. Pada satu kondisi, sangat antusias dan begitu militannya hingga tak sadar perkuliahan saudara – saudara terabaikan. Juga disuatu kondisi, kerap kali begitu acuh dan malasnya namun, saudara tahu dan sadar bahwa perkuliahan saudara juga jauh dari ukuran kemajuan dari sebelumnya. Mirip angkutan kota (pete – pete) yang sulit diterka kapan berhentinya di bahu jalan. Singkatnya sulit mendeteksi apa mau ta.

Gambaran seperti itu yang sering kali menimbulkan rasa gaduh, akan proses kita kedepannya. Perlu ditekankan bahwa, pilihan kita untuk berproses pada wadah ini bukan karena tujuan untuk menjadi pintar, meraih status cum laude dan meraih pekerjaan yang baik nantinya. Bukan juga hanya sebatas pengisi waktu senggang saudara. Namun lebih dari itu, kita dihimpun berproses disini karena sebuah perjuangan akan cita sebuah tatanan yang manusiawi. Sebuah tatanan yang tidak bersifat individual – materialistik. Suatu tatanan yang dimana sifat ar – rahman dan ar – rahim terinternalisasi menjadi penggerak jalanannya sebuah kehidupan. Bukan berarti bahwa meraih status sebagai lulusan cum laude atau menjadi pintar adalah tidak penting, tapi menjadikan itu sebagai prioritas dari proses ini menurut saya, saudara menuai kegagalan dalam memaknai suatu proses. Sebab, kita berada dalam suatu arena yang dimana proses lebih dihargai ketimbang hasil. Selain  dari itu, pengabdian merupakan poin yang akan menggenapkan penghormatan atas proses kita disamping pengorbanan dan kebersamaan, bukan mengharap imbalan atas proses kita. 

Menggugah kesadaran saudara atas dialektika sejarah himpunan yang kita cintai ini mungkin dapat menjadi spirit, bahwa betapa keras proses perjuangan pendahulu kita melebihi kerasnya batu bacan di tenda pameran dan lomba – lomba. Mereka tidak hidup dengan kemudahan akses internet sampai berlimpahnya referensi ilmu pengetahuan di jagad maya. Justru sekarang di era kita, kemudahan itu tersedia disana – sini. Bahkan sebagian dari kita menghabiskan waktu terserap untuk tetap eksis di jagad maya, lupa akan kerja – kerja di dunia real - nyata. Lantas, hambatan apa lagi, selain hambatan transportasi dan kesibukan lain yang menunda Kita untuk tetap berproses disini, hingga nanti ? 
Sejatinya proses merupakan sesuatu yang akan selalu menjadi (being other)[1]. Tidak statis, meski terkadang mengalami pasif, mati suri.  Namun satu hal yang pasti bahwa setiap proses akan ada yang terseleksi sebagai yang takluk dalam alam proses berhimpun kita (Survival Of Nature). Mereka yang terseleksi, bukan disebabkan oleh Kita yang saling "memotong" tapi karena minimnya partisipasi dan fleksibilitas diri. Dan mereka yang bertahan sampai detik ini adalah mereka yang belum tergoyah oleh segala rayuan nyata dan maya. Semua rayuan yang membuat diri kita lupa akan rumah kita, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Beberapa dari mereka masih setia, bukan karena mereka memiliki sarana produksi serta kondisi material yang mempuni   Mereka yang masih setia untuk berproses ialah mereka yang masih menggandrungi malam, mengkhiantai pagi dan menjauhi zona nyaman (status quo). 

***
Ada gerak kontinuitas dari proses budaya yang kita bangun bersama, menanggalkan yang telah usang dan mempertahankan budaya yang dianggap cocok dan terus menjadi (Cultural Being). Harapan kemajuan dalam proses Kita, sudah tentu merupakan tugas kita bersama dengan berani membangun gagasan tanding (Counter Hegemonic) disaat yang lain sedang sibuk merebut sarana produksi untuk kemaslahatan pribadi dan kelompok. Proses kita berhimpun dalam hijau hitam adalah sebuah narasi tentang pengorganisasian kehidupan. Yang dikemudian hari terdokumentasi sebagai  hasil ikhtiar di masa kita, masa berhijau hitam. Penulis teringat dengan ayat cinta yang banyak menjadi motivasi bagi mereka yang dulu dan saat ini berproses, "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS Ash Shaff 4) Tetap teratur dalam suatu barisan, yakin usahakan sampai !

WaalaikumSalam Pengurus !!!

- Makassar 18 Juni 2015
- Ketika beberapa jam lagi sahur pertama di bulan suci ramadhan 2015



[1] Filsafat Proses – Alfred North Withead, (Wikipedia, 2015)