Generasi Tidak Jelas; Suatu keluhan dan kritik untuk Kita


“Jika namaku mampu membasahi bibirnya, tak masalah ia memuji atau mengutuk ku, karena keduanya adalah jubah kehormatan bagiku”
(Burung Bulbul dalam Shawni – Iblis Menggugat Tuhan)

Hari itu, di saat matahari masih menyengat hampir setiap ruang di kampus. Disaat mereka sedang asyik – asyiknya menkonsumsi makanan murah ala mace, di cafetaria. Disaat itu juga saya menyusuri hampir seluruh bilik ruang kuliah di fakultas dakwah dan komunikasi, sembari menjejalkan sejilid proposal kepada mereka yang Kami sebut sebagai kanda – yunda dan terkadang disapa ustads. Kaum proposalis ---- Kanda Umarbawi menyebutnya ---- dengan berpakaian rapi lagi gagah berani,  door to door mengharap selembar rupiah entah apapun warnanya, yang akan dibelanjakan untuk mereka yang berada pada forum suci, forum insan cita; Forum Intermediate Hmi Cabang Gowa Raya. Dari yunda ke kanda, Alhamdulillah, nominal demi nominal rupiah terkumpul. Seraya berharap dipintu selanjutnya, semakin menambah angka jumlah yang sudah terkumpul. Meski harus terlebih dahulu, mendengarkan sedikit ceramah dari kanda – yunda yang terketuk hatinya menerima tawaran proposal kami. Mulai dari makian atas isi proposal yang bernuansa “ngeri’ menurutnya , keluh dan tanpa sanjungan atau sebaitpun kalimat ungkapan kebanggaan. Tak masalah, demi bungkusan nasi lombo’ yang tersedia untuk mereka dan panitia.

Proposal masih ditangan, habis berbatang – batang akhirnya Si Ustads (Senior) telah datang. Tak tahu dari mana, tiba – tiba saja masuk ke dalam ruangannya.  Sejenak terlintas di dalam kepala, ada keinginan membatalkan masuk ke ruangannya untuk bertemu mengajukan naskah proposal,yang tampaknya dari luar ruangan ia sedang fokus mengetik dihapadan komputernya yang mungkin juga sedang mengetik naskah proposal. Menanggalkan rasa malu dan kekhawatiran ditolaknya maksud dan tujuan Kami, dengan ucapan bissmillah “Assalamu’alaikum” kami bergegas masuk ke dalam ruangannya. Langsung saja, Kami menjabat tangannya dan si senior bertanya, “Yah dari mana” ? “Dari Panitia LK 2 Hmi Cabang Gowa Raya, kak” Kami menjawab dengan senyum khas kaum proposalis sembari menatap wajahnya yang tampak mengisyaratkan “kode”. Belum sempat duduk dikursi tamu yang empuk, beliau sudah memulai dengan bahasa “mohon maaf” !!! untaian kata pembuka yang tidak teramalkan atau tak terucap dari mulut si ustads (senior) yang telah kami temui dalam misi nasi lombok, siang hari itu.

“Mohon maaf, saat ini saya belum bisa membantu kegiatan yang hanya akan melahirkan generas – generasi tidak jelas seperti para senior – senior kalian”. Demikian Si Ustads yang “bermata” empat berkata. Kami sejenak tertegun, ingin membantah atau mempertanyakan alas dasar dari ungkapan si ustads, namun urung, kami berdiam saja sembari mengangguk – ngangguk sesekali tersenyum pilu. Belum cukup sampai disitu, keluhan demi keluhan berlanjut. Mulai dari laku para kader yang beberapa tahun ini bertindak “melawan” senior, sok jagoan, dan kemudian masalah akademik kader di kampus yang senantiasa menjadi sorotan klasik para senior ataupun dosen. Katanya, saya sebagai alumni dan senior kalian yang pernah menjabat posisi struktural di Hmi Cabang, tidak pernah sama sekali bertindak seperti apa yang kalian lakukan sekarang. Kami juga kok alumni adverts training di Hmi. Katanya lagi dengan keluhan yang lebih intekletual, “Kalian harus memahami kembali NIK (Baca; NDP)”. Serta yang masih sangat teringat dari keluhan Si Ustads, “seolah – seolah kalian tidak menggunakan Ideopolitorstratak dalam ber-Hmi”. Sementara keluhan dan kritik pedas dari si ustads berlanjut, saudara yang duduk disamping mulai “mencolek” di lutut, sebagai kode untuk bergegas pamit meninggalkan ruangan Si Ustads, Senior Kami. Namun, saya masih bertahan mendengar keluhan senior, yang tidak terpikirkan untuk saya rekam sebagai bahan renungan dan evaluasi secara pribadi. 


Pada aras pembicaraan atau keluhan yang lain, Si senior sempat mengeluhkan adanya kader yang disinyalir turut mengajak adik – adik mahasiswa baru untuk mengikuti Bina Akrab diluar  kampus, yang juga menjadi persoalan bagi dia. Menurutnya, biarkan mereka (adik – adik mahasiswa baru) menyelesaikan kuliahnya semester 1 - 2 dan ketika telah melewati tahap itu, ia tidak mempersoalkan dan geram lagi jika ada diantara mahasiswa baru yang ikut Bina Akrab ataupun beroganisasi. Keluhan ini saya tanggapi, coba mengetengahkan dan mengelak tuduhan dari apa yang disampaikan senior. Kurang – lebih Secara garis besar begitulah saya membantah atas tuduhan Si Senior; Mohon maaf kak, terkadang ada mahasiswa yang mengaku dirinya sebagai anggota atau kader Hmi, padahal mereka sama sekali tidak pernah mengikuti perkaderan di hmi. Mengaku sebagai anggota atau kader yang hanya untuk tujuan dan maksud tertentu (Baca; memojokkan Hmi). Jadi, perlu ditelisik lebih jauh lagi, bahwa siapa Hmi dan bukan Hmi. Setelah mengatakan bantahan itu, senior terdiam sejenak. Dalam diamnya itu, saya kembali menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan saya. Dan lagi – lagi dengan jawaban yang sama oleh senior; saat ini saya belum bisa membantu, bukan karena tidak mempunyai uang, hanya saja saya tidak bisa membantu kegiatan mu yang hanya melahirkan generasi yang tidak jelas. Duss.. akhirnya Kami menjabat tangan, pamit untuk keluar dari ruangannya dengan raut wajah yang dihiasi senyum, padahal sakitnya disini.


Generasi Tidak Jelas; Yang Mana ?

Belajar dari ungkapan “generasi tidak jelas”, saya teringat dengan statement seorang menteri kabinet kerja yang mengatakan bahwa kerumunan rakyat yang ada di depan gedung KPK adalah rakyat yang tidak jelas dari rakyat mana asalnya. Padahal mereka yang dianggap rakyat yang tidak jelas adalah para pendukung, sanak saudara sebangsa dari si Pak Menteri yang bukan Ustads. Ialah rakyat yang bersuara demi eksistensi dan perjuangan KPK. Pun bisa jadi, mereka yang disebut “generasi tidak jelas” oleh Senior adalah mereka generasi yang berjuang dengan ikhlas mendidik dan menciptakan generasi – generasi bangsa, melalui jenjang perkaderan di Himpunan Mahasiswa Islam. Melalui ruang perkaderan, mereka dibentuk dan diharap menjadi “man of future” serta “man of inovator”.

Ungkapan generasi tidak jelas, bagi penulis, merupakan otokritik terhadap seluruh kader yang merasa memiliki dan mempunyai tanggung jawab mengarahkan kader dan organisasi ke arah yang lebih baik. Juga menurut penulis, ungkapan generasi tidak jelas merupakan statement yang tidak memiliki landasan rasionalitas dan pembuktian empirik. Menganggap mereka yang ikut perkaderan adalah generasi tidak jelas, merupakan suatu bentuk  dari kecelakaan berpikir yang masih bertengger dalam struktur kognitif Si Senior, dimana Si A melakukan perbuatan, maka Si B juga dipandang akan melakukan perbuatan yang sama. Over Generalisir atau Blamming The Victim Jalaluddin Rakhmat menyebutnya. Selain itu, jikalau memang mereka adalah generasi yang tidak jelas, berati senior mereka yang mendidik mereka yang tidak jelas. Terkait dengan Si Senior, sejak saya mengenal Hmi, sepengetahuan saya senior tersebut tidak pernah sama sekali turun tangan melakukan pembenahan kultural maupun struktural ke Komisariat, cabang ataupun di ruang – ruang perkaderan Hmi. Entah diundang ataupun tidak, yang jelas Si Senior --- bahkan mereka yang merasa senior ---- mesti turun tangan atau menyampaikan kritik konstruktif apabila memang benar terjadi “ketidakjelasan” di Hmi, sebagai bentuk tanggung jawab senior dan hubungan historis alumni dengan juniornya. Maka sangat disayangkan ungkapan generasi tidak jelas keluar dari mulut Si Senior yang notabene adalah Alumni HMI (KAHMI).

Secara konstitusional, Alumni HMI berkewajiban tetap menjaga nama baik HMI, meneruskan misi HMI di medan  perjuangan yang lebih luas dan membantu HMI dalam merealisasikan misinya (ART Hmi Pasal 51 poin C tentang Alumni; Hasil Kongres XXVII HMI). Akan tetapi, ungkapan “generasi tidak jelas” menunjukkan si senior tidak menjaga nama baik Hmi. Bisa dibayangkan ketika ungkapan tersebut didengar oleh saudara – saudara kita diluar dari Hmi ? ungkapan generasi tidak jelas adalah skeptisisme dan pesimisme senior kepada adik – adiknya.
Terlepas dari seluruh keluhan diatas, penulis berpendapat bahwa; Jika Kami sebagai adik dari kalian merupakan generasi tidak jelas, maka mohon dengan hormat diberi bantuan, pengarahan dan petunjuk untuk kejelasan arah Kami. Sebagai anggota Hmi yang masih muda dan semangat akan berhmi masih ada dalam diri, sangat potensial lalai dan salah dalam bertindak. Untuk itu, rasa cinta – kasih kanda – yunda semoga masih bisa tercurahkan kepada kami, kohati dan kohaco. Semoga retorika bernuansa keilmuan dari kanda - yunda dapat senantiasa mengisi forum – forum yang ada di Hmi. Penulis teringat dengan sebuah teks yang berbunyi “Telah ku muliakan Anak Cucu Adam”, sebagai anti – tesa dari ungkapan “generasi tidak jelas” !!!

Yakin Usaha Sampai


** Toddotoa – Gowa, 13 Maret 2015 ketika senyap menyelimuti Posko KKN*