Sore itu, ketika masih sibuk
melintas di lini massa akun media social saya, beberapa akun berita online
mengabarkan bahwa salah satu pejabat nomor wahid di salah satu kota besar di
bagian Indonesia timur, di tetapkan sebagai tersangka KORUPSI oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Pejabat itu adalah Ilham Arief Sirajuddin, Wali
kota Makassar. Beliau ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi
dan oleh KPK yang diduga bermain
dalam proyek kerjasama penanganan instalasi PDAM Kota Makassar tahun 2006
sampai 2012 di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar. (via http://nasional.news.viva.co.id/news/read/502700-ini-kasus-yang-menjerat-walikota-makassar).
Pemberitaan tersebut, sontak mengejutkan para pengguna akun social media
Twitter dan Re-tweet pemberitaan itu menghiasi Time Line di media social twitter.
Penetapan dan sekaligus pemberitaan
itu, menjadi hadiah perpisahan terakhir IAS kepada seluruh para warga kota Makassar
di akhir masa jabatannya yang tersisa hanya beberapa jam setelah berita
kasusnya tersebar luas. Dan menjadi “kode” kepada penerusnya memimpin kota Makassar;
Danny Pomanto dan Syamsul Rizal untuk tetap memimpin dalam koridor dan aturan
yang benar. Tak ayal lagi, membuat sebagaian warga merasa penasaran akan
kebenaran pemberitaan tersebut. Mengingat bahwa IAS adalah sosok yang dipandang
sebagai pemimpin yang bersih, merakyat dan peduli. Sosok yang dianggap sebagian
kalangan sebagai konseptor “Makassar Menuju Kota Dunia”, kini hanya menanti
waktu untuk ber “sekolah” di gedung KPK. Kekuasaan IAS sebagai walikota
Makassar selama dua periode, dipandang telah sedikit – banyak membawa kemajuan
bagi pembanguna fisik (Developmentalis), ekonomi, social dan budaya di kota Makassar.
Berdirinya gedung – gedung mewah dan infrastruktur di gelanggang kota, tak
dapat dipungkiri, sebagai buah dari kebijakan IAS pada saat memimpin Kota
Makassar.
Kasus dugaan korupsi oleh Ilham
menambah daftar panjang kepala daerah yang dijerat hukum pada saat masih
berstatus sebagai kepala daerah (Abuse of
Power). Hal itu menjadi potret buram dari sejarah kepemimpinan kita di
negeri yang antah – berantah ini. Dekadensi
moral tidak saja mendera para penggunjung THM, Pencuri Ayam dan seterusnya. Tapi
kepala daerah pun turut menjadi pelaku kerusakan moral. Akhirnya, Negara -
rakyat yang menjadi korban dan penanggung utama akibat dari kejahatan structural
Penguasa. Menjadi korban karena apa yang mesti rakyat rasakan, miliki dan
nikmati malah dirampas oleh mereka yang tidak punya hak untuk itu. Setiap dugaan korupsi hampir seluruhnya
membuat kerugian Negara yang cukup besar (kadang miliaran rupiah – triliunan,
namun tergantung dari siapa dan apa yang di korup). Yang lucunya lagi, mereka
yang terjerat kasus Korupsi dulunya juga sibuk mensosialisasi bahaya korupsi
atau menerapkan program kantin kejujuran, yang katanya sebagai salah satu usaha
mencegah korupsi dan pendidikan anti – korupsi secara dini.
![]() |
Karikatur Koruptor berkepala rupiah yang bicara tentang anti - korupsi |
Selain itu, mengapa
disebut Rakyat yang menanggung malu yang dari keserakahan pemimpinnya karena, mereka
para pemimpin, lahir dari proses demokrasi yang dipilih langsung oleh rakyat
(Pilkada, pemilukada dan pilgub). Artinya pemimpin adalah produk dari
kesepakatan tidak langsung antara rakyat. Pemimpin adalah representasi dari
tanda kedaulatan rakyat. Namun sangat disesalkan ketika amanah rakyat dibalas
dengan penderitaan, penggusuran, kesewenang – wenangan dan menghabisi uang
rakyat. Pada akhirnya nasi telah berubah menjadi bubur. Tak bisa diulang untuk
jangan sampai korupsi, tak bisa diulang lagi untuk melahirkan pemimpin yang
lebih baik yang tidak korup dan tak bisa dimaafkan jika benar kemudian bahwa ia
Korup.
Memang benar apa yang dikatakan
Masdar Hilmy dalam bukunya Islam Profetik, bahwa siapapun mereka mau ustadz,
kiai ataupun ulama, siap – tidak siap akan potensial tergerus dan tergoda juga
untuk korupsi jika berada dalam pusaran
kekuasaan atau politik. Tersirat, baginya kekuasaan adalah momok yang
menakutkan karena korupsi bak setan yang senantiasa menggoda untuk berbuat
kemungkaran. Menakutkan karena kekuasaan akan melahirkan kesewenang – wenangan ketika
tak ada pengawasan dan control yang kuat dari seluruh rakyat serta aparatus Negara
(Polisi, Jaksa dll), menakutkan karena kekuasaan yang lama cenderung untuk
korup. Hal itu terbukti dari sekian banyak pejabat atau kepala daerah yang
terbukti bersalah melakukan korupsi, diantaranya mereka adalah yang kurang –
lebih menjabat selama 2 periode menjadi kepala daerah dan lain – lain.
![]() |
Tak mengenal status dan jabatan, korupsi |
Kitapun kembali patah oleh laku
pemimpin kita hari ini. Kitapun akan tidak percaya pada mereka yang senantiasa
berjanji untuk tidak korupsi. Dan dugaan kasus korupsi yang menimpa Ilham Arif
Sirajuddin, tak pelak membuat kita harus selektif dalam menilai – memilah dan
menentukan Calon Presiden untuk negeri kita nantinya. Pemberitaan dan penetapan
Ilham Arif Sirajuddin menjadi Hadiah untuk mu, untuk ku dan untuk mereka !!!
*Ditulis pada saat Danny Pomanto
dan Syamsul Rizal dilantik menjadi walikota Makassar yang baru, Kamis 8 Mei
2014*