SECERCA GAMBARAN PAGI DI KALA ITU

Di tepi lorong atau potlot , diantara hamparan debu pada suatu bangunan dengan bercat berwarna putih. Di huni oleh beberapa anak muda, yang masih tumpah bersama lendirnya di pagi itu. Di suatu pagi yang bersahabat. Lalu lalang kendaraan masih belum terdengar menggiling susunan paping block dan lebar lorong sekitar yang sekitar 2 (dua) meter lebarnya. Hanya suara ayam berkokok dari tetangga sebelah yang memanjakan pendengaran ini. Pada wilayah yang lain, disekitar lorong, para calon penghuni surga berusia lanjut sedang asyik melakukan refleksiologi. 

Di pagi itu, ketidakbiasaan terjadi. Suatu keadaan yang bukan “budaya” bagi anak – anak muda di rumah ini; bangun pagi sekali menghirup udara pagi dan menengguk secangkir kopi. Entah karena apa dan mengapa seperti ini. Biasanya yang lalu – lalu, dirumah ini, para penghuni baru terjaga ketika matahari tepat diatas kepala atau sekitar jam 1 siang waktu bagian tengah. Mungkin suhu udara yang terik merangsang tubuh untuk bergegas bangun. Bangun diantara perpisahan waktu pagi dan menyambut siang hari. Libido begadang para penghuni  belum bisa terkendali.

Dalam situasi dan kondisi tubuh yang segar di pagi itu, tak ada salah dan kurangnya untuk kita mendidihkan air lalu menyiapkan sebungkus kopi yang harganya seribu, untuk memanjakan tenggorokan. Dan menyandingkan secangkir kopi bersama beberapa batang rokok, yang siap untuk merusak  paru – paru kita yang rusak. Pagi itu berlangsung khidmat. Sementara penghuni yang lain, penghuni rumah nomor 3 ini, masih saja sibuk bersenggama dengan mimpi dan produksi lendir yang membasahi pembaringannya. Masih tersisa cerita singkat di pagi itu . . . .

Pada posisi yang lain pula, seorang pemuda dengan wajah yang memancar kesegeran sedang sibuk memanjakan diri dengan kopi dan rokok di himpitan jari. Sembari menyimak berita dari layar TV, yang hanya menyiarkan berita tentang itu – itu saja; korupsi, kekerasan dan kekalahan timnas Indonesia. Anak muda itu sepertinya siap menghantam dunia. Sesaat asap rokok mulai bersenggama dengan diri pemuda itu, diambilnya telepon seluler yang selalu berserakan bersama debu tehel di rumah. Mengetik pesan untuk disampaikan pada seorang pemudi di kampung halaman. Menyampaikan salam sebagai bagian dari hubungan. Hubungan asmara yang dirajutnya sejak enam bulan yang lalu. Didukung oleh modal pulsa yang tidak cukup untuk menelphone, akhirnya, pesan singkat berisi rayuan dan alasan bermacam menyusup mengitari semesta jaringan seluler. Berharap  dan menanti balasan pesan yang positif untuk kebaikan hubungannya. Lalu  beberapa saat kemudian, handphone dengan casingnya yang tidak karuan itu berbunyi menandakan ada pesan yang masuk; balasan dari pemudi di kampung halaman.  Bukan pesan cinta ataupun rayuan yang seperti pemuda itu kirimkan. Namun pesan yang hadir hanya pesan salam keselamatan, tanpa kata sayang apalagi rayuan. 

Hanya sederet kata penyemangat dan harapan agar Kau keselamatan menghampiri mu pemuda. Tanya sajapun berlangsung. Lalu berlalu begitu saja, seperti kemarin – kemarin. Pemuda itu melanjutkan paginya yang bersahabat. Dan tentunya kembali membakar rokok yang masih tersedia. Anak muda itu melanjutkan paginya dengan menyalakan computer jinjing (laptop) lalu mulai menulis catatan singkat ini. Pukul 07:51 wita, sepertinya pemuda itu akan mengakhiri pagi yang bersahabatnya. Bergegas untuk mandi dan bersiap menyongsong hari. Melanjutkan aktivitasnya sebagai  seorang mahasiswa. Dan sementara saudara – saudara pemuda dan penghuni rumah masih sibuk diatas pembaringannya.

** catatan ini ditulis pada pagi yang bersahabat, sesaat setelah pesan singkat dari pemudi dikampung halaman menyampaikan rasa “iye terimah kasih, insya allah”

Wassalam !!