Mahasiswa dan potret akademik perguruan tinggi


Mahasiswa dan dunia perguruan tinggi di Indonesia.
Hingar – bingar penerimaan mahasiswa baru di seantero negeri  mulai di dengungkan sekitar beberapa bulan yang lalu. Perguruan tinggi baik swasta maupun perguruan tinggi, masing – masing “menawarkan” jalur studi atau jurusan yang tersedia sesuai minat setiap calon mahasiswa baru. Dari jurusan yang paling bergengsi hingga jurusan yang miskin peminat, semua di tawarkan dengan beban biaya pendidikannya. Ada kampus yang memanjakan calon mahasiswa baru dengan iming – iming, kelak lulusan yang akan menyelesaikan studi di perguruan tinggi tersebut mampu dan mudah memperoleh lapangan pekerjaan yang di dambakan. Selain itu, ada juga perguruan tinggi yang lebih menonjolkan aspek infrastrukur atau fasilitas pembelajaran yang baik; tersedia ac di ruang belajar, wife untuk mengguna fasilitas internet gratis dll. Tak ayal lagi, komersialisasi pendidikan mulai menampakkan sososknya yang menakutkan.
Dan tak lupa, para pengguna jasa perjokian mulai sibuk untuk melegalkan system pendidikan di perguruan tinggi. Mencari calon – calon “pasien” yang siap merogohkan lembar demi lembar rupiah, hanya untuk meluluskan masuk di perguruan tinggi. ironis, memang ! pendidikan menjadi lahan basah untuk mengakumulasi capital secara permisif dan menambah ratusan jumlah permasalahan di dunia pendidikan kita. Dengan dalih yang beragam atau menambah jumlah jalur penerimaan calon mahasiswa baru, perguruan tinggi swasta dan negeri, menyediakan jatah “khusus” bagi para pelaku pebisnis pendidikan.  
Namun,hal diatas itu hanya merupakan sebagian kecil dari realitas pendidikan di Negara ini. Belum lagi soal beasiswa yang diperuntukkan kepada mahasiswa baru, mungkin hanya menjadi pesan retorik oleh para politisi kita disaat janji kampanye waktu dulu. Jika memang kemudian hari janji politik itu terealisasi, tak menutup kemungkinan dana beasiswad  untuk setiap mahasiswa baru itu, akan disunat oleh oknum – oknum yang tak bertanggung jawab. Jika memang demikia, sadar atau tidak, ranah pendidikan mulai terkontaminasi oleh nalar politis yang mampu menina bobokan nalar kritis kita. Pengawalan oleh mahasiswa terkait janji politik ini, mutlak untuk dilaksanakan agar menghindari sikap skeptisis terhadap pemerintah yang bersangkutan. Dan juga sebagai upaya melawan lupa, terhadap janji – janji yang sifat politik.
Mahasiswa baru; etika demi harmoni
Etika sebagai cabang atau struktur disiplin filsafat, secara terminology (menurut penulis) adalah, apa yang seharusnya dilakukan dalam ruang dan waktu tertentu. baik – buruk apa yang kita lakukan atau ucapakan, akan menuai konsekuensinya tersendiri sebagai suatu keharusan agar kontinuitas nilai – nilai dapat terus terjaga . Dalam konteks pergumulan di wilayah perguruan tinggi, etika adalah suatu urgen yang bersifat wajib bahkan dapat dikatakan ­– jika tidak berlebihan – sebagai acuan  dalam melakoni segala laku di perguruan tinggi. baik itu mahasiswa ataupun tenaga pendidik yang telah lama hadir di perguruan tinggi  maupun yang masih baru, merasakan “cuaca” dunia kampus (mahasiswa baru).
Mahasiswa baru,  adalah mereka yang telah melalui masa transisis pergantian status dari siswa ke mahasiswa  dan telah lulus masa pada penjaringan penerimaan mahasiswa baru secara formal. Status a ,baru dan “orang” baru ini, tentunya, pengetahuannya buta (bagai kertas kosong tanpa coretan) tentang seputar dunia kampus  yang baru mereka geluti. Nah, ketidaktahuan mereka itu menjadi tanggung jawab semua elemen – elemen yang ada dalam kampus untuk memperkenalkan, mendidik serta mengawasi , sebagai bagian dari amanah orang tua si mahasiswa baru. Seperti perkenalan dalam bentuk opak (orientasi pengenalan akademik) akan mengarahkan pengetahuan para mahasiswa baru kepada seluk – beluk kampus yang dia tempati menuntut ilmu. Mendidik dalam hal ini, seorang senior mampu memberi, menyampaikan perilaku dan pesan edukatif kepada adik – adiknya (mahasiswa baru) agar terbangun ikatan emosional yang kemudian dapat menekan tingkat ketidaktahuan mahasiswa baru. Entah itu terkait dengan pengetahuan dunia kampus maupun pengetahuan tentang dunia kemahasiswaan. Dan mengawasi para mahasiswa baru agar tidak terjebak pada wilayah hedonria pergaulan dan pengekangan dari birokrat kampus. Pengawasan ini sangat perlu mengingat kehadiran mahasiswa baru ___ khususnya yang berasal dari daerah___ hidup secara mandiri dan lepas pantau dari jangkauan keluarganya mengharuskan pengawasan dari seniornya sebagai bentuk pertanggung jawaban moral. Maka harmony yang didamba – dambakan dapat teralisir sebagaimana yang kita inginkan.
Adapun mengenai pemaksaan untuk mengikuti dan masuk dalam suatu organisasi intra maupun organisasi ekstra, sebaiknya menurut saya, di kesampingkan. Karena hal – hal demikian bisa memicu ketidakharmonisan dalam proses dialektika di dunia mahasiswa. Kita mesti menghormati hak – hak setiap mahasiswa baru. Biarkan mereka memilih dijalur dan organisasi apa mereka berproses, jangan ada pemaksaan untuk menyeragamkan “warna” !!! hidup mahasiswa !!!

*Tulisan ini dicatat sesaat setelah memantau maba yang berasal kampungnya orang*